Sunday, December 20, 2015

Vaksinasi Pertusis pada Ibu Hamil




PERTUSIS ---- Batuk Rejan / Batuk Seratus 

Hari ---- Penyakit berbahaya untuk bayi 

yang sering dilupakan



Sebagai orang tua, seringkali kita dihadapkan dengan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, misalnya dalam memutuskan apakah saya sebaiknya mengijinkan anak perempuan saya mengikuti kegiatan luar sekolah? Makanan apa yang akan dihidangkan malam ini? Apakah saya membuang sampah malam ini atau besok pagi ketempat penampungannya?  Tanggung jawab dalam mengambil keputusan akan ada dan berlangsung terus menerus tanpa henti, sehingga kadang kita akan membagi, ada yang dianggap lebih penting, dan ada yang kurang penting.
Hal diatas kadang membuat kita melupakan atau kurang memprioritaskan imunisasi. Kita sering berkata kepada diri sendiri untuk menunda pemberian vaksinasi anak atau kita sendiri.  Apalagi dengan kesibukan kita sehari-hari, kadang kita melewatkan jadwal vaksinasi yang ada.  Akan tetapi, jika kita cermati kembali secara mendalam, pikiran diatas sangatlah tidak sesederhana itu. Misalnya, jika kita atau anak kita sakit, tentunya merupakan suatu hal yang tidak sederhana lagi. Banyak waktu, tenaga dan keuangan akan terbuang sia sia jika kita sudah sakit.  Salah satu penyakit yang sangat berbahaya untuk bayi anda adalah penyakit pertusis atau batuk rejan. Mari kita pahami dengan baik mengenai penyakit ini.
Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular.  Diagnosa penyakit ini sering tidak disadari baik oleh tenaga medis maupun pasien, dimana pada orang dewasa gejalanya kadang menyerupai gejala batuk pada umumnya.  Akan tetapi pertusis sangatlah berbahaya bagi bayi. Tercatat lebih dari 200 ribu kematian pada anak secara global, dimana bayi merupakan kelompok umur yang menderita paling berat. Hampir semua kejadian yang meninggal akibat pertusis mengenai bayi dibawah 3 bulan, usia dimana bayi belum dapat diberikan vaksinasi sehingga bayi belum dapat melindungi dirinya sendiri. Hal lain yang mengejutkan adalah penelitian menyatakan bahwa sumber penularan pada bayi dua pertiganya berasal dari ibunya sendiri.
Rekomendasi dari Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) menyebutkan bahwa wanita hamil yang belum  mendapat vaksinasi harus mendapatkan satu dosis tetanus toksoid, difteria toxoid, dan acellular pertusis vaksin (Tdap). Vaksinasi pada wanita hamil tersebut diharapkan untuk memberikan proteksi pada bayi dari pertusis sampai mereka cukup umur untuk diberikan vaksinasi sendiri. 1
Untuk vaksinasi Pertusis direkomendasikan setiap wanita hamil mendapatkan satu kali suntikan Tdap setiap kehamilan, antara 27 sampai 36 minggu kehamilan. Bayi harus mendapatkan vaksinasi DTaP pada umur 2, 4, 6 dan 15 bulan dan vaksinasi ulangan pada umur 4-6 tahun. Remaja mendapatkan vaksinasi  Tdap pada umur 11-12 tahun. Orang dewasa yang tidak pernah mendapatkan vaksin yang mengandung pertusis harus mendapatkan satu dosis Tdap. 2
Sebagai orang tua, kita pasti berniat melindungi anak- anak kita kapanpun kita bisa. Kita tidak pernah terlalu sibuk untuk memakaikan jaket pelampung ataupun mengikatkan sabuk pengaman mobil. Lindungi anak anda dengan menjadikan  vaksinasi sebuah suatu prioritas. Cegahlah sesuatu yang dapat dicegah dengan memberikan vaksinasi tepat waktu setiap saat.


 

Wednesday, September 16, 2015

Vaksinasi dan Autisme



Keprihatinan utama para orang tua mengenai imunisasi bagi bayi mereka adalah keamanan dari vaksin yang diberikan. Ketakutan orang tua yang timbul dan sering disebar-luaskan oleh media dan kelompok antivaksin adalah vaksin dapat menyebabkan gangguan perkembangan anak atau autisme. Penelitian sudah membuktikan sebaliknya, akan tetapi sangatlah wajar apabila kesalahpahaman ini masih dapat terjadi karena hal dibawah ini.
Autisme biasanya terdiagnosa sebelum usia tiga tahun yaitu antara umur satu dan dua tahun, disaat yang bersamaan dengan selesainya imunisasi dasar. Pada saat ini ada lebih banyak kasus autisme yang terdiagnosa jika dibandingkan dengan masa 20 tahun yang lampau, hal ini disebabkan karena peningkatan kemampuan untuk mendeteksi kasus autisme, dimana sebelumnya banyak  kasus autisme ringan yang gagal terdeteksi. Oleh karena penyebab autisme tidak diketahui, kejadian-kejadian yang berdekatan dari waktu anak didiagnosa autisme kadang dihubung-hubungkan oleh orang tua sebagai kemungkinan penyebabnya.

Penyebab dari autisme
Belum ada satupun faktor yang dapat disimpulkan sebagai penyebab dari autism. Akan tetapi, dari rekaman video yang diambil pada tahun pertama kehidupan anak menunjukan tanda-tanda dari autisme sudah dapat terlihat pada umur dua sampai tiga bulan (sebelum dimulainya pemberian vaksin) yang menunjukan bahwa penyebab dasarnya ada sebelum kelahiran bayi. Ada bukti bahwa banyak faktor yang terlibat sebagai penyebab kondisi tersebut. Hal ini termasuk:
Genetik
Ada banyak bukti yang menunjukan bahwa peranan genetik sangat berpengaruh dalam terjadinya autisme. Bukti yang paling meyakinkan didapat dari penelitian pada bayi kembar. Peneliti menunjukan bahwa ketika seorang bayi kembar identik mempunyai gejala autisme, ada sekitar 90 persen kemungkinan kembarannya (yang mempunyai gen yang sama persis satu sama lain) akan menunjukan gejala autisme juga. Akan tetapi pada bayi kembar yang tidak identik (yang tidak mempunyai gen yang sama persis satu sama lainnya), hanya mempunyai kemungkinan 10 persen timbul gejala autisme jika kembarannya mempunyai gejala autisme. 

Trauma pada janin sebelum kelahiran
Penelitian menunjukan adanya waktu yang sangat beresiko yaitu pada masa awal kehamilan, ketika sat beracun atau infeksi dapat menyebabkan autisme. Sebagai contohnya, talidomid yang banyak dipakai pada ibu hamil sekitar tahun 1960 untuk mengontrol gejala mual pada awal kehamilan. Talidomid kemudian ditemukan dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak dan telinga janin. Bayi-bayi tersebut ternyata juga mempunyai resiko yang lebih besar daripada bayi-bayi dari ibu yang tidak pernah mengkonsumsi talidomid untuk menderita autisme.  

Hal yang sama juga terlihat pada wanita yang mendapatkan infeksi rubella pada masa awal kehamilan sehingga mempunyai resiko mengandung bayi dengan sindrom rubella kongenital (SRK), suatu kelainan berat yang mengenai mata, telinga, jantung dan saraf. Bayi dengan SRK juga mempunyai resiko yang lebih besar untuk  menderita autisme.   
Thimerosal dan autisme
Thimerosal sebagai salah satu bahan pengawet yang dipakai divaksin diperlukan untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri dan jamur. Akan tetapi, dalam beberapa dekade terakhir, terdapat kekhawatiran dimana sat tersebut bisa menyebabkan autisme, 
Merkuri yang merupakan sat aktif thimerosal, merupakan sat alamiah yang diubah menjadi metilmerkuri oleh bakteri dilingkungan. Metilmerkuri dapat masuk kedalam tubuh melalui rantai makanan (sebagai contoh, dari ikan dan daging). 
Ada kekhawatiran bahwa thimerosal yang terdapat di vaksin dapat menyebabkan autisme. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut sangatlah tidak berdasar, dengan alasan sebagai berikut:
·         Merkuri yang ada di thimerosal merupakan bentuk merkuri yang berbeda (etilmerkuri) dengan metilmerkuri yang terdapat di alam. Etilmerkuri (thimerosal) sangatlah kecil kemungkinananya untuk dapat terakumulasi di dalam tubuh dibandingkan metilmerkuri, karena etilmerkuri dimetabolisasi dan di keluarkan tubuh jauh lebih cepat daripada metilmerkuri. Etilmerkuri dikeluarkan dari tubuh dalam waktu satu minggu, dibandingkan 2 bulan untuk metilmerkuri.
·         Penelitian mengenai tanda-tanda keracunan merkuri dibandingkan dengan gejala dari autisme menemukan perbedaan yang sangat mendasar antara autisme dan keracunan merkuri.
·         Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa merkuri menyebabkan autism, dan bahkan banyak bukti yang menyatakan sebaliknya. Sebagai contoh, pada tahun 1971, Irak mengimpor gandum yang sudah diasapi dengan metilmerkuri. Metilmerkuri masuk dalam rantai makanan melalui roti yang dibuat dari gandum tersebut, dan menyebabkan salah satu kejadian keracunan merkuri yang terburuk sepajang sejarah. Kejadian itu menyebabkan 6500 orang dirawat dirumah sakit dan 450 orang meninggal. Wanita hamil yang memakan roti tersebut melahirkan bayi dengan gangguan epilepsi dan retardasi mental, akan tetapi bayinya tersebut tidak lebih beresiko untuk mendapatkan autisme dibandingkan bayi lainnya.
·         Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Swedia, Kanada dan Denmark dengan membandingkan resiko dari autisme pada anak anak yang mendapatkan vaksinasi yang mengandung thimerosal dengan yang tidak mengandung thimerosal. Semua penelitian tersebut menunjukan hal yang sama yaitu tidak adanya peningkatan resiko dari autisme pada anak yang mendapatkan vaksinasi yang mengandung thimerosal. Bahkan, angka kejadian autisme justru meningkat di California, Kanada, dan Denmark setelah thimerosal dihapuskan dari vaksin.
·         Metilmerkuri alami terdapat di air, susu formula bayi, dan air susu ibu (ASI). Bayi yang diberikan ASI bisa mendapatkan merkuri dari air susu ibu tersebut lebih dari dua kali lipat daripada semua yang pernah ada didalam vaksin.

Walaupun tidak ada hubungan antara thimerosal di vaksin dan autisme, pada tahun 2001 thimerosal sebetulnya sudah ditiadakan dari semua vaksin yang secara rutin diberikan pada bayi dan anak anak (kecuali pada vaksin influenza) di Amerika Serikat.

Vaksin Measles, mumps, rubella (MMR) dan autisme

Ada banyak teori yang menghubungkan vaksin MMR sebagai penyebab autisme. Vaksin ini yang diberikan pada umur 15 sampai 18 bulan sangatlah mungkin dihubungkan oleh orangtua dengan autisme pada anaknya, karena gejalnya sering sudah terlihat lebih jelas pada umur tersebut. Ketakutan tersebut diperparah pada tahun 1998 setelah sebuah jurnal mempublikasikan suatu penelitian dari 12 anak oleh Wakefield, dimana kemudian dilaporkan delapan anak terkena autisme dalam satu bulan setelah mendapatkan vaksin MMR. Akan tetapi penyelidikan selanjutnya menunjukan bahwa penelitian tersebut sangatlah jauh dari kaidah ilmiah sehingga penelitian tersebut ditarik dari jurnal pada Februari 2010 oleh Lancet.

Penelitian skala besar dengan metode yang lebih baik dilakukan di Amerika Serikat, Inggris dan Denmark untuk mempelajari kejadian autisme pada anak yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan vaksin MMR. Kesimpulannya, angka kejadian dari autisme tidak meningkat pada anak yang mendapatkan vaksinasi MMR pada penelitian tersebut.

Akan tetapi, kerusakan yang ditimbulkan dari penelitian tahun 1998 tersebut sudah cukup membuat jumlah anak yang divaksinasi jauh berkurang. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kasus campak, gondongan dan campak jerman di Ingris dan Negara Eropa barat lainnya, bahkan banyak yang sampai meninggal dunia. Pada tahun 2008, timbul banyak kasus campak di Amerika Serikat, dimana sebelumnya negara tersebut sudah dinyatakan sebagai daerah yang bebas campak pada tahun 2000. Kejadian tersebut mengenai terutama pada anak yang orang tuanya menolak vaksinasi MMR. 

Tulisan ini dibuat berangkat dari keprihatinan akan banyaknya berita berita yang tidak benar       mengenai imunisasi.
Jika ada usul ataupun saran mohon dikirimkan ke E-mail penulis di mtedyasihto@gmail.com

Tuesday, August 11, 2015

World Breastfeeding Week

Pekan ASI Sedunia

   
Setiap tahunnya, pekan pertama di bulan Agustus didedikasikan untuk menggingatkan kita betapa pentingnya ASI sebagai nutrisi ideal bagi bayi. World Breastfeeding Week (WBW) atau Pekan ASI Sedunia (PAS) adalah peristiwa global yang dimulai pertama kali pada tahun 1992 oleh World Alliance for Breastfeeding action (WABA) dan sekarang sudah dilaksanakan di lebih dari 120 negara oleh UNICEF, WHO, dan rekanannya, termasuk individu, organisasi dan lembaga pemerintahan. Tujuan dari perayaan ini adalah untuk mempromosikan pemberian ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama yang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kesehatan ibu dan bayi.

Tema yang diangkat pada tahun 2015 “Menyusui dan Bekerja: Mari Kita Sukseskan!”
menekankan kepada individu maupun kelompok masyarakat supaya memberi dukungan kepada wanita dalam menyusui dan bekerja.  
Bekerja saat ini merupakan peranan seorang ibu yang semakin umum terjadi karena tekanan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.  Apapun keadaannya, di rumah maupun di tempat kerja, sangatlah penting seorang wanita menyusui untuk mendapatkan dukungan dan sarana dalam rangka menyukseskan tujuan menyusuinya.
Tempat kerja yang mendukung pemenuhan kebutuhan ASI ini sebetulnya terbukti sangat menguntungkan bagi perusahaan, dimana dengan dukungan tersebut, perusahaan dapat:
·        Mempertahankan karyawan berpengalaman
·        Meningkatkan moral dan produktivitas
·        Mengurangi biaya perekrutan dan pelatihan bagi pegawai baru
·        Mengurangi waktu ijin akibat harus mengurus anak yang sakit
·        Mengurangi biaya kesehatan dan asuransi
Walaupun demikian,  pelaksanaannya memang tidak semudah membalik telapak tangan, semuanya itu harus didukung dengan usaha yang sungguh sungguh.  Apalagi jika kita dihadapkan pada kondisi dimana wanita sebagai ibu dan pekerja yang sangat sibuk.  Untuk mempertahankan jumlah ASInya ketika seorang ibu tidak sedang bersama bayinya, ia harus memompanya sesering ia menyusui bayinya, dimana akan sangat sulit dilakukan apalagi jika ia bekerja selama 10-12 jam shift dalam keadaan kerja yang sangat sibuk.
Dukungan yang diterima seorang ibu yang bekerja dari rekan kerja dan atasannya akan sangat menentukan keberhasilan tersebut. Mengetahui hambatan apa saja yang bisa didapat seorang pekerja dan juga perencanaan yang baik sangatlah membantu dalam mengatasi hal diatas. Beberapa hal yang dapat membantu dalam perencanaan seperti:
Bicarakanlah dengan supervisor anda sewaktu anda hamil mengenai rencana untuk menyusui.
Tentukan tempat yang paling nyaman untuk memompa ASI di tempat kerja.
Mintalah saran rekan kerja yang sudah menyusui sebelumnya.
Tentukan jenis pompa ASI yang sesuai dengan kebutuhan anda.
Jika memungkinkan bicarakan kemungkinan untuk mendapatkan jadwal kerja yang lebih fleksibel dengan atasan anda.
Yang terakhir, ingatlah bahwa disaat anda mulai memberikan ASI pada bayi anda, hal itu akan mempengaruhi kesehatannya untuk saat ini dan juga jauh setelah anda mengurangi atau menghentikan pemberian ASI tersebut kepada bayi anda. Usaha anda akan sangat berpengaruh didalam hidup mereka dan juga hidup anda. Dengan perencanaan dan dukungan yang baik, anda pasti berhasil.


Catatan: Banyaknya orang yang belum mendukung program pemberian ASI bagi wanita pekerja, ditambah ketidaktahuan akan pentingnya ASI bagi bayi sangatlah mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. 

Monday, August 10, 2015

Bayi Prematur




Resiko Persalinan Prematur dan Gejala yang Harus Diketahui



Terlalu banyak bayi yang dilahirkan prematur. 
Menurut data dari World Health Organization (WHO),  ada sekitar 15 juta bayi dilahirkan prematur setiap tahunnya, dan dari tahun ketahun angka ini terus bertambah. Indonesia menurut laporan WHO menduduki urutan ke-5 terbanyak dari kelahiran bayi prematur di dunia dengan 675.700 bayi lahir prematur pada tahun 2010. 

Kehamilan anda semestinya berjalan selama kurang lebih 40 minggu, sehingga memberikan bayi anda waktu untuk bertumbuh dengan sempurna. Prematur berarti bayi anda dilahirkan sebelum 37 minggu masa kehamilan, atau lebih dari 3 minggu sebelum waktunya.

Ketika anda berpikir bahwa tidak ada bahayanya untuk melahirkan bayi anda sedikit lebih cepat, kelahiran prematur mempunyai resiko yang sangat besar yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius pada bayi anda. Prematuritas juga merupakan penyebab kematian bayi terbanyak. Beberapa minggu terakhir tersebut sangatlah penting untuk pertumbuhan terakhir dari jantung, paru-paru, otak dan organ tubuh penting lainnya dari bayi anda. Bayi prematur sering mengalami masalah jangka pendek ataupun jangka panjang dari segi fisik dan mental.

Apa yang dapat dilakukan oleh anda? 

Sebagai gambaran awal, harus dipahami bahwa semua wanita hamil mempunyai resiko untuk mengalami persalinan prematur, termasuk anda. Seringkali penyebabnya tidak diketahui. Bicarakan dengan dokter anda tentang langkah langkah sederhana yang dapat diambil untuk mengurangi resiko tersebut, termasuk mengubah gaya hidup anda, seperti makanan yang baik, tidak merokok, minum vitamin untuk kehamilan, dan kontrol kehamilan rutin, ataupun hal hal lainnya.

Setiap calon ibu harus mengenali tanda-tanda dari dimulainnya persalinan prematur, dan apa yang harus lakukan jika anda mengalaminya. 
Gejalanya dapat sangat sulit dikenali, seperti sakit punggung, diare atau kram perut ringan. Kadang dapat juga sangat jelas dan menakutkan seperti perdarahan dari vagina disertai nyeri perut. Jika anda mempunyai keraguan apapun, sebaiknya anda menghubungi dokter anda! Lebih baik salah menduga dari pada kita melawatkan kesempatan untuk mencegah persalinan prematur.

Walaupun semua wanita hamil mempunyai resiko untuk persalinan prematur, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko tersebut. Sebagai contohnya, jika anda pernah mengalami persalinan prematur sebelumnya, jika ada masalah dengan leher rahim anda, ataupun anda mempunyai kehamilan dengan janin kembar atau lebih, maka resiko anda menjadi lebih besar.

Pemeriksaan yang lengkap dapat membantu dokter anda untuk menentukan apakah anda termasuk yang beresiko lebih tinggi, dan jika demikian apa yang dapat dilakukan. Ada beberapa opsi penanganan untuk mengurangi resiko melahirkan bayi terlalu awal.


Akhirnya, jika anda mengalami persalinan prematur, sangatlah penting untuk mencoba mengidentifikasikan penyebabnya. Jika anda dapat menentukan penyebab dari persalinan prematur tersebut, anda dan dokter anda dapat menggunakannya untuk mengurangi resiko tersebut berulang kembali pada kehamilan berikutnya. 






Saturday, August 8, 2015

CMV Pada kehamilan



CMV Pada Kehamilan: Apa yang Perlu Saya Ketahui?



Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus yang banyak terdapat di lingkungan sekitar kita. Walaupun demikian pada umumnya kita tidak pernah mendengar ataupun mengetahuinya.
Perlu diketahui bahwa CMV merupakan virus yang paling sering didapat secara kongenital, dimana kurang lebih 1 dari setiap 100 sampai 150 bayi yang dilahirkan terinfeksi virus tersebut. CMV juga umum terdapat pada anak-anak maupun orang dewasa.

Kurang lebih 50-80 persen dari wanita usia subur sudah terpapar CMV, dan 1 sampai 5 persen dari wanita hamil akan terkena CMV untuk pertama kalinya selama masa kehamilan mereka.

Kebanyakan infeksi CMV tidak bergejala ataupun berbahaya, akan tetapi, pada wanita hamil, CMV dapat di tularkan ke janinnya, dan akibatnya dapat menimbulkan efek yang sangat berat pada janin atau bayi tersebut.

Karena itu, sangatlah penting pada setiap wanita hamil untuk mengetahui masalah ini. Setiap wanita yang sedang mengandung harus mendiskusikan tentang CMV dengan dokter kandungannya. Test untuk infeksi CMV merupakan tes laboratorium yang sederhana, akan tetapi dapat sangat membantu untuk penanganan lebih lanjut.
Sayangnya, beberapa penelitian yang ada mengarah pada kenyataan bahwa hampir semua wanita usia subur dan yang lebih mengejutkan lagi, banyak dokter kandungan tidak sadar pada penatalaksanaan dari infeksi CMV terkini. 
Untuk itu saya akan coba menuliskan beberapa informasi dasar penting, semoga dapat berguna bagi pembaca:

Apakah Gejala dan Tanda dari CMV selama kehamilan?

Kebanyakan infeksi CMV pada wanita hamil timbul tanpa gejala. Gejala yang dapat timbul paling sering adalah demam, nyeri tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah bening dan kelelahan tubuh yang berat. Kadang dapat timbul bercak di kulit, batuk ataupun diare. Gejala gejala tersebut sangatlah tidak spesifik untuk infeksi CMV serta dapat disebabkan oleh kondisi lainnya. Dan hal yang sangat disayangkan, sering wanita hamil menyadari akan CMV untuk pertama kalinya ketika bayinya sudah didiagnosa dengan infeksi kongenital CMV. Untuk itu, tes darah sangatlah diperlukan untuk mendiagnosa infeksi CMV pada kehamilan secara akurat.

Apakah infeksi CMV sering terjadi pada kehamilan?

Kurang lebih 1- 4% dari semua wanita hamil akan mengalami infeksi CMV primer selama kehamilan mereka. Jika mereka bekerja pada lingkungan yang berhubungan dengan anak anak, resiko dapat meningkat menjadi sekitar 10%.  Jika mempunyai balita dirumah yang terinfeksi aktif dengan CMV, resiko akan menjadi semakin tinggi, sampai mendekati 50% pada beberapa penelitian.

Apakah resikonya pada bayi jika terkena infeksi CMV selama kehamilan?

Infeksi CMV pada kehamilan dapat terjadi untuk pertama kali (primer) atau berulang (oleh strain lainnya dari CMV atau merupakan aktivasi kembali dari strain CMV yang sudah ada). Sekitar 40% dari wanita yang mengalami infeksi CMV primer selama kehamilannya, akan menularkan infeksi CMV pada bayi mereka.

Kebanyakan dari bayi yang lahir dengan infeksi CMV kongenital adalah tanpa gejala waktu lahir. Akan tetapi, 10% dari bayi yang terinfeksi dari ibu yang mengalami infeksi CMV primer akan timbul gejala baik selama masih di dalam kandungan ataupun sesudah lahir. Organ tubuh yang dapat terkena sangatlah bervariasi, dimana dapat menimbulkan  kecacatan jangka panjang seperti gangguan pada pendengaran, penglihatan, kecerdasan, dan perkembangan motorik. Bahkan pada beberapa bayi dengan penyakit CMV kongenital berat, dapat berakibat sangat fatal. Karena itu, infeksi primer CMV pada ibu hamil sangatlah beresiko pada janinnya.

Wanita yang mendapatkan infeksi CMV berulang dapat juga menularkan CMV kepada bayinya, akan tetapi angka kejadiannya sangatlah rendah (<0,1%) dibandingkan dengan infeksi primer, dimana gejala berat jarang sekali timbul pada janin atau bayi yang terinfeksi.

Bagaimana kita melakukan tes untuk CMV selama kehamilan?

Tes untuk infeksi CMV adalah tes dengan sampel darah, disebut antibody CMV IgG. Tes tersebut akan menentukan apakah wanita hamil sudah terkena CMV. Hasil tes yang positif menandakan bahwa infeksi terjadi pada saat ini atau sebelumnya (infeksi lama).

Tes darah kedua disebut antibody CMV IgM, yang akan membantu menentukan apakah infeksi CMV terjadi saat ini atau di masa lalu. Jika hasilnya positif, infeksi mungkin terjadi saat ini, dimana biasanya infeksi didapat dalam 4 bulan terakhir. 
Antibody CMV IgM pada beberapa wanita akan tetap positif selama 4 bulan (kadang sampai 1 tahun atau lebih) atau dapat juga merupakan hasil positif palsu. Untuk itu, test ketiga dari antibodi CMV diperlukan, disebut indeks aviditas CMV IgG. Indeks  aviditas CMV IgG yang rendah menunjukan infeksi primer CMV terjadi kurang dari 4 bulan sebelum test darah dilakukan, dan indeks  aviditas CMV IgG tinggi  menunjukan infeksi terjadi pada 4 bulan yang sebelumnya ataupun lebih lama.  


Apa yang dapat dilakukan jika kita mendapatkan infeksi CMV selama kehamilan?  

Jika anda mendapatkan infeksi CMV selama kehamilan, dokter kandungan anda harus melakukan pemantauan dari pertumbuhan dan perkembangan janin dengan teliti menggunakan ultrasonografi (USG) ataupun pemeriksaan lainnya. Kadang konsultasi dengan spesialis feto-maternal atau spesialis di bidang kehamilan resiko tinggi diperlukan, terutama jika efek dari CMV didalam kandungan terlihat pada janin.


Terapi prenatal pada wanita hamil dengan hiperimun globulin CMV dapat mengurangi kemungkinan penularan dari CMV kejanin dan juga mengurangi atau memperbaiki akibat dari infeksi CMV pada janin.  Jika anda mengalami infeksi CMV primer selama kehamilan, diharapkan anda melakukan konsultasi dengan dokter kandungan anda tentang kemungkinan perlunya pemberian hiperimun globulin CMV selain pemantauan rutin kondisi janin anda selama dalam kandungan.