Wednesday, September 16, 2015

Vaksinasi dan Autisme



Keprihatinan utama para orang tua mengenai imunisasi bagi bayi mereka adalah keamanan dari vaksin yang diberikan. Ketakutan orang tua yang timbul dan sering disebar-luaskan oleh media dan kelompok antivaksin adalah vaksin dapat menyebabkan gangguan perkembangan anak atau autisme. Penelitian sudah membuktikan sebaliknya, akan tetapi sangatlah wajar apabila kesalahpahaman ini masih dapat terjadi karena hal dibawah ini.
Autisme biasanya terdiagnosa sebelum usia tiga tahun yaitu antara umur satu dan dua tahun, disaat yang bersamaan dengan selesainya imunisasi dasar. Pada saat ini ada lebih banyak kasus autisme yang terdiagnosa jika dibandingkan dengan masa 20 tahun yang lampau, hal ini disebabkan karena peningkatan kemampuan untuk mendeteksi kasus autisme, dimana sebelumnya banyak  kasus autisme ringan yang gagal terdeteksi. Oleh karena penyebab autisme tidak diketahui, kejadian-kejadian yang berdekatan dari waktu anak didiagnosa autisme kadang dihubung-hubungkan oleh orang tua sebagai kemungkinan penyebabnya.

Penyebab dari autisme
Belum ada satupun faktor yang dapat disimpulkan sebagai penyebab dari autism. Akan tetapi, dari rekaman video yang diambil pada tahun pertama kehidupan anak menunjukan tanda-tanda dari autisme sudah dapat terlihat pada umur dua sampai tiga bulan (sebelum dimulainya pemberian vaksin) yang menunjukan bahwa penyebab dasarnya ada sebelum kelahiran bayi. Ada bukti bahwa banyak faktor yang terlibat sebagai penyebab kondisi tersebut. Hal ini termasuk:
Genetik
Ada banyak bukti yang menunjukan bahwa peranan genetik sangat berpengaruh dalam terjadinya autisme. Bukti yang paling meyakinkan didapat dari penelitian pada bayi kembar. Peneliti menunjukan bahwa ketika seorang bayi kembar identik mempunyai gejala autisme, ada sekitar 90 persen kemungkinan kembarannya (yang mempunyai gen yang sama persis satu sama lain) akan menunjukan gejala autisme juga. Akan tetapi pada bayi kembar yang tidak identik (yang tidak mempunyai gen yang sama persis satu sama lainnya), hanya mempunyai kemungkinan 10 persen timbul gejala autisme jika kembarannya mempunyai gejala autisme. 

Trauma pada janin sebelum kelahiran
Penelitian menunjukan adanya waktu yang sangat beresiko yaitu pada masa awal kehamilan, ketika sat beracun atau infeksi dapat menyebabkan autisme. Sebagai contohnya, talidomid yang banyak dipakai pada ibu hamil sekitar tahun 1960 untuk mengontrol gejala mual pada awal kehamilan. Talidomid kemudian ditemukan dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak dan telinga janin. Bayi-bayi tersebut ternyata juga mempunyai resiko yang lebih besar daripada bayi-bayi dari ibu yang tidak pernah mengkonsumsi talidomid untuk menderita autisme.  

Hal yang sama juga terlihat pada wanita yang mendapatkan infeksi rubella pada masa awal kehamilan sehingga mempunyai resiko mengandung bayi dengan sindrom rubella kongenital (SRK), suatu kelainan berat yang mengenai mata, telinga, jantung dan saraf. Bayi dengan SRK juga mempunyai resiko yang lebih besar untuk  menderita autisme.   
Thimerosal dan autisme
Thimerosal sebagai salah satu bahan pengawet yang dipakai divaksin diperlukan untuk mencegah kontaminasi oleh bakteri dan jamur. Akan tetapi, dalam beberapa dekade terakhir, terdapat kekhawatiran dimana sat tersebut bisa menyebabkan autisme, 
Merkuri yang merupakan sat aktif thimerosal, merupakan sat alamiah yang diubah menjadi metilmerkuri oleh bakteri dilingkungan. Metilmerkuri dapat masuk kedalam tubuh melalui rantai makanan (sebagai contoh, dari ikan dan daging). 
Ada kekhawatiran bahwa thimerosal yang terdapat di vaksin dapat menyebabkan autisme. Akan tetapi, kekhawatiran tersebut sangatlah tidak berdasar, dengan alasan sebagai berikut:
·         Merkuri yang ada di thimerosal merupakan bentuk merkuri yang berbeda (etilmerkuri) dengan metilmerkuri yang terdapat di alam. Etilmerkuri (thimerosal) sangatlah kecil kemungkinananya untuk dapat terakumulasi di dalam tubuh dibandingkan metilmerkuri, karena etilmerkuri dimetabolisasi dan di keluarkan tubuh jauh lebih cepat daripada metilmerkuri. Etilmerkuri dikeluarkan dari tubuh dalam waktu satu minggu, dibandingkan 2 bulan untuk metilmerkuri.
·         Penelitian mengenai tanda-tanda keracunan merkuri dibandingkan dengan gejala dari autisme menemukan perbedaan yang sangat mendasar antara autisme dan keracunan merkuri.
·         Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa merkuri menyebabkan autism, dan bahkan banyak bukti yang menyatakan sebaliknya. Sebagai contoh, pada tahun 1971, Irak mengimpor gandum yang sudah diasapi dengan metilmerkuri. Metilmerkuri masuk dalam rantai makanan melalui roti yang dibuat dari gandum tersebut, dan menyebabkan salah satu kejadian keracunan merkuri yang terburuk sepajang sejarah. Kejadian itu menyebabkan 6500 orang dirawat dirumah sakit dan 450 orang meninggal. Wanita hamil yang memakan roti tersebut melahirkan bayi dengan gangguan epilepsi dan retardasi mental, akan tetapi bayinya tersebut tidak lebih beresiko untuk mendapatkan autisme dibandingkan bayi lainnya.
·         Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Swedia, Kanada dan Denmark dengan membandingkan resiko dari autisme pada anak anak yang mendapatkan vaksinasi yang mengandung thimerosal dengan yang tidak mengandung thimerosal. Semua penelitian tersebut menunjukan hal yang sama yaitu tidak adanya peningkatan resiko dari autisme pada anak yang mendapatkan vaksinasi yang mengandung thimerosal. Bahkan, angka kejadian autisme justru meningkat di California, Kanada, dan Denmark setelah thimerosal dihapuskan dari vaksin.
·         Metilmerkuri alami terdapat di air, susu formula bayi, dan air susu ibu (ASI). Bayi yang diberikan ASI bisa mendapatkan merkuri dari air susu ibu tersebut lebih dari dua kali lipat daripada semua yang pernah ada didalam vaksin.

Walaupun tidak ada hubungan antara thimerosal di vaksin dan autisme, pada tahun 2001 thimerosal sebetulnya sudah ditiadakan dari semua vaksin yang secara rutin diberikan pada bayi dan anak anak (kecuali pada vaksin influenza) di Amerika Serikat.

Vaksin Measles, mumps, rubella (MMR) dan autisme

Ada banyak teori yang menghubungkan vaksin MMR sebagai penyebab autisme. Vaksin ini yang diberikan pada umur 15 sampai 18 bulan sangatlah mungkin dihubungkan oleh orangtua dengan autisme pada anaknya, karena gejalnya sering sudah terlihat lebih jelas pada umur tersebut. Ketakutan tersebut diperparah pada tahun 1998 setelah sebuah jurnal mempublikasikan suatu penelitian dari 12 anak oleh Wakefield, dimana kemudian dilaporkan delapan anak terkena autisme dalam satu bulan setelah mendapatkan vaksin MMR. Akan tetapi penyelidikan selanjutnya menunjukan bahwa penelitian tersebut sangatlah jauh dari kaidah ilmiah sehingga penelitian tersebut ditarik dari jurnal pada Februari 2010 oleh Lancet.

Penelitian skala besar dengan metode yang lebih baik dilakukan di Amerika Serikat, Inggris dan Denmark untuk mempelajari kejadian autisme pada anak yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan vaksin MMR. Kesimpulannya, angka kejadian dari autisme tidak meningkat pada anak yang mendapatkan vaksinasi MMR pada penelitian tersebut.

Akan tetapi, kerusakan yang ditimbulkan dari penelitian tahun 1998 tersebut sudah cukup membuat jumlah anak yang divaksinasi jauh berkurang. Sebagai akibatnya, banyak terjadi kasus campak, gondongan dan campak jerman di Ingris dan Negara Eropa barat lainnya, bahkan banyak yang sampai meninggal dunia. Pada tahun 2008, timbul banyak kasus campak di Amerika Serikat, dimana sebelumnya negara tersebut sudah dinyatakan sebagai daerah yang bebas campak pada tahun 2000. Kejadian tersebut mengenai terutama pada anak yang orang tuanya menolak vaksinasi MMR. 

Tulisan ini dibuat berangkat dari keprihatinan akan banyaknya berita berita yang tidak benar       mengenai imunisasi.
Jika ada usul ataupun saran mohon dikirimkan ke E-mail penulis di mtedyasihto@gmail.com

No comments:

Post a Comment